Pengemis
Bertongkat Emas
Oleh Ramadhan
Ayah…
Mengapa aku harus menggersangkan mahkotaku?
Mengapa kulitku keriput dan retak, tak sehalus kulit ibu di bingkai?
Mengapa aku jalannya bungkuk, tak seperti ibu di bingkai?
Kemana aku harus melepaskan dahaga?
Maafkan ayah…anakku
Dulu ayah menggersangkan belantara hijau
Dulu ayah membaraapikan belantara hijau
Dulu ayah terlalu sombong dengan ferrari ayah berawan hitam
Dulu ayah berpikir pelepas dahaga tak akan sirna
Ayah rakus…
Ayah…
Dadaku sesak
Paru-paruku sakit...
Mengapa ku harus bayar pajak untuk sekali hembus udara
Aku terpanggang di negeri ini
Kemana ku harus
mengungsi
Ayah…
Apa itu hujan ayah?
Aku sangat rindu hujan
Kata mereka…hujan
asam akan mewarnai negeri abu-abu ini
Anakku…
Selimut bumi
sudah bocor, dulu ayah menunda menambalnya
Paru-paru bumi telah botak, dulu ayah manggundulkannya
Ayah telah membobolkan si hijau si bank
hujan
Usiaku 18 tahun, tapi aku sangat senja
Bola mataku menjadi kuning
Tubuhku menciut
Aku tak bisa berdiri tegak, tongkat emas teman setiaku
Di negeriku,
segelas air lebih berharga nilainya dibandingkan sebongkah intan.
Aku terpanggang di negeri ini
Apa salahku ayah?
Kemana aku harus berlari?
Kemana aku harus mengemis setetes air?
Maafkan ayah anakku…dulu ayah berkata “merekalah penyelamat
bumi”
Maafkan ayah anakku…ayahlah penyelamat bumi yang tertunda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar